Sabtu, 13 Maret 2010

Dicekik plastik


Sabtu pagi. Akhir pekan. Keramaian manusia di pusat perbelanjaan. Sungguh bukan pemandangan baru. Tapi saya baru tahu, mengantre di kasir supermarket di hari Sabtu pagi bisa menjadi pengalaman yang begitu miris dan mengiris.

Pagi itu saya belanja di Carrefour sendirian. Sambil menunggu pembelanja sebelum saya yang belanjaannya sampai dua troli, saya mengamati sesuatu. Lewat pengeras suara, beberapa kali terdengar imbauan untuk mengurangi sampah plastik, bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan global, dan sudah tersedianya kantong belanja ramah lingkungan yang bisa dibeli dengan harga terjangkau (ada dua pilihan: dua ribu perak berbahan plastik daur ulang dan sepuluh ribu perak untuk yang berbahan polyethylene).

Lalu di dekat kasir, tertempel sebuah stiker yang bunyinya kira-kira begini: petugas kasir diharuskan untuk menawarkan isi ulang pulsa dan kantong belanja ramah lingkungan pada para pembeli. Saya memperhatikan kiri-kanan, termasuk pada saat giliran saya membayar tiba. Memang betul saya ditawari pulsa. Tapi tidak kantong belanja tadi.

Dan, berbarengan dengan pengumuman yang bergaung di seantero toko mengenai pemanasan global, saya mengamati bagaimana belanjaan demi belanjaan dimasukkan ke kantong-kantong kresek oleh tangan-tangan gesit yang sudah bergerak terampil bagai robot. Tak sampai penuh, bahkan kadang setengah pun tidak, mereka mengambili kantong plastik baru. Yang belanja pun tenang-tenang saja menyaksikan. Kenapa tidak? Berapa pun kantong plastik yang dipakai, itu sepenuhnya terserah pihak supermarket. Gratisan pula.

Sambil mengamati gerakan tangan gesit petugas, dalam hati saya bertanya: haruskah seboros itu? Barangkali memang kebijakan dari toko yang mengharuskan berbagai jenis barang untuk tidak digabung dalam satu kantong. Tapi kenyataannya, kantong-kantong plastik setengah penuh itu hanya berfungsi sebagai alat angkut dari kasir menuju troli, lalu dari troli menuju bagasi mobil, lalu dari mobil menuju rumah. Kalaupun beberapa barang beda kategori tersebut harus digabung, asal tidak terkocok-kocok di mesin pengaduk semen, seriously, what harm can possibly be done with those stuffs?

Saat saya harus maju, memang saya terlihat lebih repot dari yang lain. Saya mengeluarkan tiga kantong yang saya bawa dari rumah, lalu mengisinya sendiri. Bukan apa-apa. Kadang-kadang akibat pelatihan yang mengharuskan para petugas supermarket untuk memilah-milah barang membuat mereka seringkali tampak canggung dan melambat ketika harus menggabungkan santan kotak dengan kapas, atau piring dengan brokoli, atau pasta gigi dengan selai. Sementara bagi saya itu bukan masalah. Tiga kantong yang saya bawa dari rumah tampak gendut dan sesak. Beberapa barang besar seperti beras dan deterjen tiga kiloan saya biarkan di troli tanpa plastik.

Melajulah troli saya yang jadinya tampak aneh di tengah troli-troli lain yang didominasi tumpukan kresek putih. Rata-rata orang keluar dari sana membawa 4-6 kantong kresek. Belum termasuk plastik-plastik yang membungkusi buah dan sayur. Jika semua ini direkam dalam video, lalu satu demi satu gambar dihilangkan dan dibiarkan gambar plastiknya saja, niscaya kita akan melihat buntelan-buntelan putih licin yang mengalir bagai sungai dari supermarket menuju parkiran.

Superindo punya kebijakan yang selangkah lebih mending. Jika belanjaan kita cukup banyak maka petugas di kasir akan menawarkan pemakaian dus. Dan sudah ada dus-dus yang disediakan dalam jangkauan, hingga tak perlu tunggu lama untuk cari-cari ke gudang. Beberapa kali saya mengantre di kasir Superindo, saya menemukan banyak pembeli yang menolak pakai kardus meski belanjaan mereka banyak. Entah apa alasannya. Mungkin menurut mereka kurang praktis. Atau tidak terbiasa. Seperti Carrefour, Superindo juga menjual green bag, kantong belanja yang bisa dipakai berkali-kali. Green bag tersebut pun bisa didapat dengan gratis. Caranya? Mengumpulkan 70 stiker. Satu stiker didapat dengan belanja 10 ribu, dan stiker berikutnya di kelipatan 50 ribu. Jadi belanjalah dulu 10 ribu sebanyak 70 kali, atau belanja 3,5 juta untuk mendapatkan tas itu secara cuma-cuma. Wow.

Kasir di Ranch Market selalu bertanya pada pembeli: "Apakah struknya perlu dicetak?" dan ketika kita menjawab 'tidak' (karena seringnya memang tidak dilihat lagi juga), maka dia tidak akan mencetakkan struk yang berarti penghematan kertas. Sedang dilaksanakan pula kegiatan adopsi pohon dengan biaya 95 ribu, di mana kita akan mendapatkan satu kantong belanja bahan kain goni yang ukurannya cukup besar dan satu pohon akan ditanam atas nama kita di Gunung Rinjani. 'Saudara'-nya Ranch Market, yakni Farmer's Market, secara rutin mengadakan hari "Belanja Tanpa Kantong Plastik", di mana setiap Selasa minggu ke-2 Farmer's tidak menyediakan kantong plastik sama sekali. Sama seperti Carrefour dan Superindo, jaringan ini juga menjual green bag dari bahan kain seharga 10 ribu-an.

Memang, dibandingkan beberapa tahun yang lalu, inisiatif dari pihak supermarket/hipermarket sudah jauh lebih baik dan kreatif. Namun, apakah tidak bisa kita bergerak lebih cepat, lebih tajam, dan lebih langsung? Dan, mungkinkah perspektif yang digunakan pun sebetulnya terbalik? Jika benar-benar ingin mengurangi sampah plastik, kenapa justru pembeli yang tidak ingin menggunakan kantong kresek malah menjadi pihak yang harus mengeluarkan biaya ekstra dan tidak mendapat insentif apa pun? Sementara yang pakai kantong kresek tetap melenggang kangkung tanpa sanksi apa-apa? Tidakkah ini jadi mengimplikasikan bahwa gerakan go-green itu 'lebih mahal' dan 'repot', sementara yang sebaliknya justru 'gratis' dan 'praktis'? Di mata saya, penjualan kantong-kantong ramah lingkungan tersebut pun, selama masih menggunakan bahan baku baru dan bukan hasil daur ulang, akhirnya cuma jadi komoditas biasa. Seperti halnya jualan sabun atau sayur. Sementara yang paling penting adalah BERHENTI memproduksi barang baru dan menggunakan ulang apa yang ada. Yang paling penting bukanlah mencetak tulisan "Selamatkan Bumi" di selembar kain kanvas atau di kain polyethylene lalu menjudulinya tas ramah lingkungan, melainkan membuat kebijakan yang benar-benar realistis dan berpihak pada lingkungan.

Dari data yang saya baca, di jaringan Superindo sendiri, penggunaan kantong kresek bisa mencapai 300.000 lembar per hari. 700 ton sampah plastik diproduksi hanya oleh Jakarta saja. Dan menurut Kementrian Lingkungan Hidup, komposisi sampah plastik di kota-kota besar seperti Surabaya dan Bandung meningkat sejak tahun 2000 dari 50% ke 70%. Kita benar-benar sudah dicekik plastik.

Pikiran saya terus berandai-andai: jika memang pemerintah tidak berbuat sesuatu untuk menekan produksi dan penggunaan kantong plastik, dan andai saya adalah pengambil keputusan di rantai supermarket tadi, maka saya akan menetapkan harga 2000-5000 rupiah untuk satu kantong kresek, yang barangkali akan lebih efektif untuk 'memaksa' orang membawa kantong sendiri ketimbang menjual kantong ramah lingkungan seharga 10 ribu. Dana dari 'sanksi' kantong kresek tersebut lalu disalurkan untuk kegiatan penghijauan dan aktivitas lingkungan hidup lainnya. Di sebagian negara di Eropa, ternyata pengenaan biaya pada kantong belanja telah berhasil menurunkan sampah kantong plastik hingga 90%.

Saya cukup salut dengan keberanian Makro. Barangkali cuma di Makro berlaku peraturan tegas di mana konsumen harus mengeluarkan uang 2000 rupiah untuk setiap kantong belanja. Setiap pembeli yang pergi ke sana mau tak mau harus siap mental untuk membawa kantong belanja sendiri atau berebut dus-dus kosong yang memang disiapkan di sana. Kebijakan seperti itu dapat dimaklumi karena Makro memang menjual barang-barang berukuran dan berkuantitas besar, jadi alasannya tidak melulu lingkungan. Namun bukannya tidak mungkin jaringan supermarket dan hipermarket lainnya mengikuti jejak Makro dengan mengusung alasan lingkungan, sebagaimana yang digaungkan lewat pengeras suaranya.

Saya keluar dari aliran sungai plastik tadi menuju mobil. Hati masih miris dan teriris. Sesekali bertanya, apakah khayalan saya ketinggian? Apakah realistis jika berharap pihak produsenlah yang berani muncul dengan kebijakan tegas, sementara para konsumennya sendiri tidak mau belajar mengedukasi dan melatih dirinya? Namun, sampai kapan kita bertahan di balik sekat-sekat kaku yang memisahkan pembeli dan penjual, pemerintah dan masyarakat? Sementara belitan plastik yang mencekik tanah dan air Indonesia sudah terlihat jelas di depan mata.

Jumat, 12 Maret 2010

Teh Manis

Pada suatu sore Montok pergi ke Warung Pojok..

Montok : ” Mas ada teh manis ?”
Si Mas : “Ada”
montok : ” Berapa segelas ?”
Si Mas : ” Kalo’ teh manis panas tujuh ratus kalo’ teh manis dingin seribu .”
Montok : ” Kalo’ gitu yang panas aja deh.”

Begitu si Mas nyodorin teh manis langsung aja si Montok meminumnya cepat-cepat sampai bibirnya doer karena kepanasan… maklum airnya baru mendidih.

Si Mas : ” Lho kok panas-panas udah diminum… nggak nunggu dingin dulu.”
Montok : ” Ogah…ntar jadi bayar seribu.. duit aye kan kagak cukup.”
Si Mas : ?????

Kamis, 11 Maret 2010

PELO


Ada sepasang kekasih yang baru saja jadian. Sang cowok tinggi tampan dan si cewek pun cantik jelita. Benar-benar pasangan yang sangat cocok dan serasi. Pada first date, mereka makan di salah satu depot / restaurant. Tiba giliran untuk order menu, si cowok order menu nasi goreng. Dasar si cowok adalah orang yang pelat (cadel), beginilah ucapan si cowok, “Mas, pesan nasi goyeng satu”.
Mengetahui hal tersebut, si cewek langsung saja merasa illfill dan meminta putus karena malu punya cowok yang cadel seperti itu. Sang cowok pun meminta agar hubtungan itu jangan sampai putus dan berjanji akan bisa memperbaiki cadelnya. Maka sang cowok pun berlatih keras untuk bisa mengucapkan kata nasi goreng dengan vokal R yang tepat. Sangat sulit, hingga akhirnya dia pun berhasil mengucapkan nasi goreng dengan benar.
Lalu tibalah hari kedua kencan mereka dan si cowok lagi-lagi memesan nasi goreng. Tapi kali ini, si cowok berhasil mengeja dengan benar kata-kata nasi goreng tersebut. Tentu saja si cewek pun senang melihat cowok pujaannya sudah tidak cadel lagi. Lalu pada saat memesan minuman, si cowok memesan minuman dengan kata-kata seperti ini, “Mas, pesan es Jeyuk satu”. Glodak, ternyata yang dimaksud adalah memesan minuman Es Jeruk. Rupanya si cowok cuma bisa menghilangkan cadel pada saat menyebut nasi goreng saja.
Sebuah kisah yang menarik dan dari sana kita bisa belajar satu hal bahwa jika ingin memperbaiki sesuatu, perbaikilah semua aspek yang berkaitan. Misal, kita adalah seorang yang tidak sehat, ingin menjadi seorang yang hidup sehat. Maka lakukanlah semua aktifitas yang menyehatkan, seperti jauhi rokok, obat-obatan dan olahragalah yang teratur. Jangan hanya melakukan satu atau dua point dan melupakan point yang lain.

the power of NINE !


As you think of the number nine, you may as many others do, only think that it is the number after eight and before ten. But, if you are like me, when you think of the number 9 you think of the truth that it holds in its essence. Not solely as a number but as a concept.
No matter how the number is multiplied it always finds a way back to itself. What? You may be asking. Multiply the number by any number and the answer can always be added back down to 9. For example: 9x3=27, 2+7=9 or how about 9x345=3105, 3+1+0+5=9. No matter how it growes 9 always holds true, to its roots, to its essence . . . to itself.
As a person who is always striving for personal development, I look to the number 9 as a reminder. No matter where I go and how I grow, I strive to, like the number 9, hold true to my roots and the truth behind my intentions (my essence). I hold true to myself.
So, on this ninth day, of the ninth month, of the ninth year of this millennium I encourage you to get in touch with yourself. Take a moment to meditate on who you are at your core. The rewards will be far greater then you can imagine.
I promise.

Kenang Apa Isin Ngomong Banyumasan?


Gara-gara TV, basa banyumasan koh dadi kaya bahasane wong ndesa, ketinggalan jaman karo ngisin-isini. Ning tambah gede aku dadi ngerti nek urip pancen kaya kuwe. Diawali sekang pelawak sing nganggo basa banyumasan nggo bahan lawakan, jelas gampang banget wong ora butuh materi sing angel-angel nggo ndagel, cukup ngomong nganggo dialek banyumasan terus kabeh se indonesia pada ngguyu.

Pancen ana pelawak sing njajal nganggo dialek seliyane banyumasan nggo dasar lawakane.
Misale batak, manado, ambon tapi langka sing bisa ngalahna kekuwatan dialek banyumasan nggo bahan lawakan.

Sing ora disadari ya generasi enom dadi pada isin ngomong nganggo basa banyumasan. Nek ora percaya jajal rika tiliki baen neng kene. mangkane angger aku bali neng banyumas aku sering kaget cah-cah enom sing dandanane kaya artis-artis (ning kuwalitas murahan) trus angger ngomong nganggo “gue-elu” padahal saben ndinane palingan ya mangan sega karo tempe…

Bangsane dewek pancen rasis, selama dewek tetep nganggep lucu wong sing beda sekang dewek. Tapi apa pancen kaya kuwe lumrahe menungsa ya?

Alah Embuh! Entut Mburut!!! Priwe Jajal?

Opini: Risiko Nyata Dunia Maya

Dimuat di Majalah InfoKomputer, edisi Februari 2010
Diawal Maret 2008, tersebar berita melalui email mengenai kejadian yang menimpa seorang nasabah sebuah bank besar, lengkap dengan kronologis dan nomer laporan ke Polda Metro Jaya. Saldo sebesar Rp.94.025.000,- tanggal 08 Februari 2008, menjadi Rp.24.332,- dalam tempo 4 hari karena dirampok oleh seseorang melalui mesin ATM.
Kasus tersebut hanya sebuah contoh diantara begitu banyak kasus serupa yang diungkapkan para nasabah melalui berbagai media, seperti Kontak Pembaca di harian Kompas. Namun, para wartawan media massa yang biasanya gencar memberitakan perampokan fisik seolah-olah tenang-tenang saja saat banyak kasus perampokan maya terjadi didalam sistem perbankan.
Komputer, telepon selular, Internet dan berbagai produk teknologi informasi lainnya membentuk dunia maya, terkadang juga disebut dunia digital. Disadari atau tidak disadari, suka atau tidak suka, saat ini tidak ada lagi aspek dalam kehidupan kita yang tidak bersentuhan dengan dunia maya hingga ke tengah hutan sekalipun. Tidak banyak pihak yang menyadari bahwa hanya dunianya saja yang maya, namun bahaya yang dihadapi jauh lebih berbahaya karena tidak ada aktifitas yang kasat mata.
Simon Bruce ditahan Kepolisian Inggris selama beberapa bulan dengan tuduhan paedofilia. Dia kehilangan pekerjaan dengan gaji sebesar hampir 170 juta rupiah per bulan, dikucilkan masyarakat dan keluarga. Akhirnya, dia dibebaskan setelah berhasil membuktikan bahwa kartu kredit miliknya digunakan untuk belanja foto-foto pornografi anak oleh orang lain dengan alamat IP yang berlokasi di Jakarta.
Oprah Winfrey juga pernah membahas kasus kehancuran hidup seorang anak cerdas, energik sekaligus ketua organisasi murid di sekolahnya akibat pemerkosaan maya yang berlangsung dikamar tidur si anak yang dilakukan pelaku melalui Internet. Setelah menjadi akrab melalui online chatting dan dipercaya oleh korbannya, perlahan tapi pasti pelaku berhasil membujuk korban untuk melakukan telanjang didepan webcam. Sejak saat itu, korban diancam rekaman video tersebut akan disebarluaskan jika dia tidak bersedia menuruti perintah pelaku melakukan aktifitas seksual jarak jauh melalui sarana multi media..
Revolusi yang terjadi pada dunia maya juga menimbulkan berbagai jenis ancaman baru. Diakhir tahun 90-an, dibutuhkan waktu yang lama dan pengetahuan informasi yang tinggi akan teknologi untuk melakukan serangan terhadap jaringan komputer. Saat ini, untuk menyerang suatu jaringan ataupun mengambil alih komputer milik pihak lain merupakan hal yang mudah. Yang dibutuhkan hanya koneksi Internet, mengunduh piranti lunak, membaca petunjuk singkat, beberapa kali klik pada mouse kemudian digabungkan dengan tehnik social engineering dimana yang diserang (ditipu, diancam, diperdaya) adalah si pemakai komputer.
Tidak hanya perorangan yang harus menanggung risiko, banyak perusahaan mengalami kerugian luar biasa di dunia maya. Kerugian Citibank sebesar hampir 20 miliar rupiah akibat pembobolan jaringan ATM tidak seberapa dibandingkan dengan dana 1 triliun lebih yang harus disisihkan oleh jaringan retailer global, TJX, sebagai akibat dari bobolnya jaringan wireless.
Risiko dunia maya juga mengangkasa. Laporan audit keamanan dari Federal Aviation Administration (FAA) mengungkapkan rancangan jaringan Internet broadband di pesawat Boeing terbaru 787 Dreamliner bagi para penumpang ternyata dapat digunakan untuk menguasai sistem kontrol pesawat terbang tersebut. Bahkan pada Agustus 2008, NASA mengkonfirmasikan laptop International Space Station di bulan terinfeksi malware (malicious software / piranti lunak jahat). Masih beruntung malware tersebut tidak menyebar ke sistem komputer yang mengatur operasi stasiun luar angkasa. Tidak hanya mengangkasa, malware-pun menyelam kedasar lautan dibawa oleh kapal selam angkatan laut kerajaan Ingris yang terinfeksi worm Conficker.
Di Indonesia, belum ada aturan yang memaksa pelaku usaha memberitahukan secara tertulis kepada pelanggan jika terjadi masalah keamanan yang melibatkan data-data pelanggan, sehingga sangat sedikit kejadian yang benar-benar diketahui publik. Beberapa tahun lalu sebuah perusahaan keuangan harus menanggung kerugian yang tidak sedikit karena server yang digunakan untuk transaksi online di Internet diangkut pihak kepolisian selama beberapa hari untuk keperluan forensik karena server tersebut dicurigai digunakan untuk menyerang situs web milik institusi lain. Juga terdapat hal menarik dalam iklan satu halaman penuh di harian Kompas beberapa waktu lalu. Iklan dari pihak lawan sengketa saham Adaro Energy mengungkapkan bahwa terdapat email-email antara Adaro dengan Deutsche Bank yang menjadi bukti dipengadilan Singapura bahwa terdapat usaha menghilangkan bukti-bukti transaksi keuangan.
Ada dua hal yang harusnya mendapat perhatian serius di Indonesia. Pertama adalah cukup banyak nasabah perbankan yang uangnya raib karena berbagai kelemahan pada penerapan teknologi informasi perbankan. Kedua adalah pencurian uang oleh sebagian content provider nakal melalui pengiriman SMS premium. Modus “penyedotan” pulsa dimana pelanggan harus membayar saat menerima SMS berisi informasi yang tidak diinginkan. Tidak ada pihak yang dapat menjamin dan membuktikan bahwa hanya pelanggan yang benar-benar mendaftarkan nomer ponsel yang menerima SMS premium. Para pengguna ponsel tidak berdaya ketika uangnya dalam bentuk pulsa dicuri Rp.1000,- hingga Rp.2000,-. Terdapat sekian puluh juta pemakai ponsel di Indonesia. Seandainya seorang pelanggan ponsel menerima paling tidak satu SMS penyedot pulsa setiap minggunya, maka total nilai pencurian pulsa pelanggan mencapai paling tidak puluhan miliar tiap bulannya.
Kesadaran akan berbagai risiko dan kepedulian kita semua merupakan jawaban agar tetap aman di dunia maya. Teknologi keamanan merupakan alat bantu yang memiliki banyak keterbatasan. Nyaris tidak ada perusahaan yang dapat bertahan hidup tanpa bersentuhan dengan dunia maya. Orang-tuapun tidak mungkin mencegah anaknya berhubungan dengan Internet karena suatu saat tidak ada murid yang dapat mengerjakan tugas sekolah tanpa mengakses Internet. Internet merupakan sumber daya tanpa batas yang harus dimanfaatkan secara positif sehingga akan memberi manfaat yang juga luar biasa. Namun hanya mereka yang benar-benar sadar dan peduli akan keamanan dunia maya yang dapat menikmatinya dengan mengurangi efek negatif yang ditimbulkan.
Dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), diharapkan sebanyak mungkin orang sadar bahwa siapapun termasuk anak-anak memiliki risiko hukum jika tidak berhati-hati menggunakan teknologi informasi yang dimilikinya. Sebagai contoh, jika ponsel dipinjam oleh seseorang dan digunakan untuk mengirim SMS ancaman bom, maka pemilik bertanggung-jawab secara hukum. Selalu waspada menjadi kunci untuk dapat hidup nyaman di dunia maya.

KISAH PENEBANG POHON


“Kan Shu De Gu Shi”
Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.
Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu.”
Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”
“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata si penebang.
“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan.
Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.
“Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu Chang De Lu”
Istirahat bukan berarti berhenti.
”Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu”
Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.
Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!